Peran Komite Keperawatan Mewujudkan Tata Kelola Klinis Yang Baik Untuk Keselamatan Pasien Dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit

Ditulis oleh:

Ns, Kusnadi Jaya, S.Kep., M.Kep.

Administrator Kesehatan Ahli Muda

Qualified Risk Management Analyst

Konsep mutu pelayanan kesehatan telah lama dipelajari. Saat ini dalam pelayanan kesehatan telah dikembangkan sistem untuk meningkatkan mutu pelayanan klinis di rumah sakit (RS) yang disebut dengan tata kelola klinis (clinical governance). Tata kelola klinis timbul karena berbagai kenyataan buruk dalam sistem pelayanan kesehatan, seperti tingginya kasus malpraktik. Pengaturan tata kelola klinis sendiri dimaksudkan sebagai bagian dari manajemen resiko yang melekat pada setiap tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Resiko tersebut berupa Kejadian yang Tidak Diharapkan (KTD) atau dalam literarur berbahasa Inggris dikenal dengan istilah adverse event yaitu kondisi akibat pelayanan yang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, tidak sembuh, kecacatan bahkan kematian.

Konsep dasar dari tata kelola klinis, mencakup : (1) accountability, yaitu bahwa setiap upaya keperawatan harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, etik, moral, berbasis bukti dan terpercaya (evidence-based nursing practice); (2) continuousqualityimprovement (CQI), yaitu bahwa upaya peningkatan mutu harus dilaksanakan secara sistematik, komprehensif dan berkesinambungan; (3) high quality standard of care, yang mengisyaratkan agar setiap upaya kesehatan selalu didasarkan pada standar tertinggi yang diakui secara profesional; dan (4) memfasilitasi lingkungan yang menjamin terlaksananya pelaksanaan pelayanan kesehatan yang bermutu (Hartati et al., 2014).

Gugatan terhadap dugaan malpraktik adalah konsekuensi akibat ketidakpuasan pasien atau keluarganya terhadap pelayanan kesehatan yang diterimanya, karena berakibat memburuknya penyakit, kecacatan atau meninggal dunia. Gugatan perkara malpraktik adalah salah satu cara bagi pasien untuk mendapat keadilan akibat cedera yang ditimbulkan oleh kejadian tak diharapkan. Salah satu risiko yang dapat mengancam keselamatan pasien adalah rendahnya kompetensi dan buruknya sikap tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan (Herkutanto, 2009). Adapun pihak-pihak yang harus bertanggung-jawab terhadap gugatan yang dilayangkan oleh pasien adalah rumah sakit sebagai korporasi dan tenaga kesehatan yang bersangkutan sebagai profesional (Bawole, 2013).

Salah satu tonggak tindakan berorientasi pada keselamatan pasien adalah sikap bertanggungjawab dari dokter, perawat, atau tenaga kesehatan lainnya yang terlibat dalam pelayanan. Mereka dituntut untuk memiliki kompetensi yang baik. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu sistem yang dapat mengakomodasi kebutuhan terhadap jaminan kompetensi tersebut (Herkutanto & Susilo, 2009). Mekanisme yang umumnya digunakan untuk menjamin keselamatan pasien adalah : (1) melakukan seleksi tenaga kesehatan yang kompeten untuk memiliki kewenangan klinis tertentu, (2) pemeliharaan kompetensi berkelanjutan dan (3) pendisiplinan terhadap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit.

Badan akreditasi RS di Amerika (JCI) mempersyaratkan keberadaan mekanisme semacam ini bagi RS untuk menjaga keselamatan pasiennya. Demikian juga halnya dengan Standar Akreditasi Rumah Sakit yang berlaku saat ini tingkat nasional. Mekanisme ini diyakini dapat mempertahankan profesionalisme tenaga keperawatan di RS karena pelanggaran atas prinsip profesionalisme akan memiliki konsekwensi pada hilangnya hak dan kewenangannya untuk melakukan tindakan di RS (Herkutanto, 2009). Dalam keperawatan, mekanisme ini diatur melalui Komite Keperawatan Rumah Sakit sesuai amanat Permenkes Nomor 49 Tahun 2013. Mekanisme ini harus dilaksanakan RS di Indonesia sebab berfokus pada kepentingan pasien (patientcentredness).

Namun demikian pemahaman tentang hakekat dan tujuan profesionalisme di kalangan profesi keperawatan sendiri agaknya masih kurang memadai sehingga Komite Keperawatan tidak cukup berdaya dalam menjaga keselamatan pasien. Kekeliruan umum yang terjadi, semua perawat yang bekerja di RS dianggap telah kompeten karena perawat adalah kelompok profesional yang sudah lulus Uji Kompetensi Nasional, sehingga tidak perlu ada mekanisme verifikasi lagi oleh Komite Keperawatan. Padahal pemahaman tentang profesionalisme justru sebaliknya, seorang perawat dianggap professional bila telah terbukti kompeten melalui suatu mekanisme kredensial oleh Komite Keperawatan.

Proses kredensial dan pemberian kewenangan klinis (clinical privilege) merupakan hal yang penting untuk memberikan peluang pada RS mengendalikan para praktisi keperawatan melalui Komite Keperawatan. Komite Keperawatan RS mempunyai kewenangan untuk mengevaluasi kewenangan klinis tenaga keperawatan termasuk menentukan ada tidaknya pelanggaran disiplin, serta merekomendasikan upaya koreksi berupa mencabutan atau penangguhan kewenanganklinis tertentu. Kredensial merupakan elemen kunci dalam menurunkan risiko gugatan hukum di pengadilan terhadap RS dan tenaga keperawatan yang bekerja di dalamnya. Evaluasi tenaga keperawatan untuk rekredensial juga perlu dilakukan. Proses kredensial yang efektif dapat menurunkan risiko adverse events pada pasien dengan meminimalkan kesalahan tindakan yang diberikan oleh tenaga keperawatan tertentu yang memegang kewenangan klinis tertentu di RS tersebut (Herkutanto, 2009).

Selama ini terdapat kesalahpahaman bahwa kredensial adalah penilaian perawat dan bidan ketika berlangsung proses penerimaan pegawai kontrak. Padahal kredensial sebenarnya merupakan proses mencocokkan : keinginan tenaga keperawatan untuk memiliki kewenangan tertentu dalam praktik keperawatan di RS pada waktu tertentu serta kompetensi yang dimilikinya untuk dapat melakukan pekerjaan dan membuat keputusan kritis yang melekat pada kewenangan yang diinginkannya. Kredensi juga mengandung makna “assurance” yang dilakukan oleh mitra bestari (peer group) yaitu sekelompok perawat dengan kapasitas, reputasi dan kompetensi yang diakui serta memiliki pemahaman keilmuan yang baik tentang keperawatan dan tata kelola klinis (Herkutanto, 2009). Dengan kata lain, proses kredensial bermakna adanya sekelompok professional yang mencoba menilai apakah seseorang perawat layak dan pantas diberikan kewenangan tertentu berdasarkan “jam terbang” dan pendidikan berkelanjutan yang dituangkannya dalam portofolio.

Setelah tenaga keperawatan memperoleh kewenangan klinis tertentu, maka dilakukan perawatan / penjagaan / penjaminan mutu terhadap profesionalismenya (maintaining professionalism). Proses paling sederhana untuk memelihara profesionalisme, seperti: ronde keperawatan, diskusi refleksi kasus, pelatihan, peer review, case conference hingga peningkatan jenjang pendidikan, agar kemampuan perawat membuat keputusan klinis dalam melaksanakan kewenangannya semakin meningkat dan sensitive terhadap keselamatan pasien dan mencegah terjadinya kesalahan. Komite Keperawatan perlu memperhatikan tugas ini karena merupakan fungsi utama dalam mempertahankan profesionalisme praktisi keperawatan di RS.

Mekanisme terakhir yang dilakukan oleh Komite Keperawatan setelah kredensial dan penjagaan mutu adalah penjaminan etik-disiplin profesional. Pendisiplinan perlu diterapkan kepada tenaga keperawatan yang tidak dapat memenuhi standar atau kompetensi pelayanan. Kemudian, melalui proses kredensial ulang (rekredensial) dan evaluasi kewenangan klinis, seorang perawat dapat diberikan sanksi jika terbukti tidak kompeten. Hal ini tidak dapat ditawar-tawar, mengingat keselamatan pasien adalah prioritas utama pelayanan kesehatan saat ini. Dengan demikian, apabila RS telah lebih dulu melakukan penjaminan mutu internal melalui Komite Keperawatan, maka resiko kelalaian dalam pelayanan dapat dihindarkan sehingga kasus gugatan hukum (litigasi) terhadap rumah sakit maupun tenaga keperawatan juga dapat dihindarkan. Dan yang paling diuntungkan dalam hal ini adalah pasien yang dirawat di RS dan pemilik rumah sakit. Sebenarnya, hambatan terbesar untuk mencapai keselamatan pasien bukan terletak pada teknik, tetapi lebih pada keyakinan, keinginan, budaya, dan pilihan. Kita tidak akan menjadi aman sampai kita memilih untuk menjadi aman.

Ns, Kusnadi Jaya, S.Kep., M.Kep.

Qualified Risk Management Analyst

Similar Posts